KARTINI INDONESIA SEBAGAI IBU BANGSA

May 7, 2021

Ada yang berbeda pada perayaan menyambut hari Kartini pada tahun ini. Perayaan Kartini yang biasanya diperingati dengan berbagai acara, termasuk perlombaan.  Karena  adanya pandemi, maka pada hari Selasa tanggal 20 April 2021, Dharma Wanita Persatuan KBRI Berlin bekerjasama dengan Yayasan Angsa Merah, telah mengadakan webinar dengan tema “Kartini Indonesia dalam Mewujudkan Generasi Milenial Tanpa Narkoba”.

Adapun narasumber pada webinar kali ini adalah Ibu Anggun Meylani Pohan, M. Psi., Psikolog Dewasa dan dr. Ratna Mardianti, SpKJ (K), praktisi yang aktif sebagai psikiatri, konsultan, pakar dan dokter kejiwaan di Institusi Angsa Merah, Jakarta.  Seluruh pengurus DWP KBRI Berlin tetap bersemangat dalam menimba ilmu dan menambah wawasan melalui webinar ini, walaupun pandemi memaksa situasi dan kondisi yang penuh dengan restriksi dan ketidakpastian.

Webinar ini diikuti oleh Ketua DWP dan pengurus dari beberapa perwakilan RI di luar negeri dan beberapa kementerian di dalam negeri.  Turut hadir pula Wakil Ketua DWP Kementerian Luar Negeri, Ibu Ermita Damos, Ketua DWP Kemenko Maritim dan Investasi, dan Ketua DWP Kementerian Perdagangan beserta beberapa pengurus, serta dr. Nurlan Silitonga, Ketua Yayasan Angsa Merah.

Ketua DWP KBRI Berlin, Ibu Sartika Oegroseno dalam sambutannya mengatakan bahwa relevansi topik “Kartini Indonesia dalam Mewujudkan Generasi Milenial Tanpa Narkoba” dengan generasi milenial adalah karena peran dan keterlibatan kita sebagai orangtua, khususnya sebagai Ibu dalam memberikan pola asuh yang benar, menanamkan pengetahuan tentang bahaya narkoba, penjagaan yang tepat untuk dapat menjadikan putera-puteri tercinta menjadi lebih waspada.   Fakta saat ini dalam penyalahgunaan narkotika, 90% adalah kelompok usia produktif (15-34 tahun). Para pengedar narkoba tidak pernah kekurangan akal dalam mencari korbannya, mempengaruhi anak-anak dengan berbagai macam cara. Oleh karena itu orangtua harus memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman tentang bahaya dari penggunaan narkotika dan precursor narkotika untuk anak-anak usia dini, sehingga anak-anak tersebut tumbuh menjadi anak-anak yang sehat, cerdas, bertakwa, menjadi kebanggaan orangtua, serta berguna bagi bangsa dan negara.”

Sebagai puncak acara webinar, peserta mendapatkan kesempatan mendengarkan paparan dan berinteraksi langsung dengan Ibu Anggun Meylani Pohan dan dr. Ratna Mardiati.  Dalam paparannya, dr. Ratna menyampaikan mengenai Napza yang ditinjau dari segi kedokteran serta cara penyembuhan adiksi.  Beliau juga memberikan penjelasan bahwa narkotika/Napza adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah atau sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran halusinasi, serta daya rangsang.  Zat psikoaktif ini mempengaruhi kesadaran melalui kerjanya pada neurotransmitter pada hubungan antara sel syaraf pada sistem syaraf pusat.

Sedangkan Adiksi merupkan gangguan otak, yaitu berupa perubahan  fungsi otak seperti kendali diri, sirkuit reward dan stres. Zat psikoaktif  yang terdapat pada teh, kopi, Napza akan mendorong zat bahagia kita keluar bersamaan dengan berpindahnya neurotransmitter. Saat dilepaskan, zat bahagia atau hormon dopamin akan meningkatkan suasana hati sehingga orang akan merasa senang dan  mendorong pengguna untuk mencari obat terlarang tersebut  berkali- kali. Semua terapi adiksi tertuju pada bagaimana supaya otak bagian logika harus bekerja. Sehingga emosi yang bergejolak dapat disalurkan pada otak bagian logika agar lebih rasional, sesuai tata krama, etika, dan hidup menjadi lebih baik.

Adiksi bersifat kronis, dan kambuhan khas dengan pencarian dan penggunaan zat secara kompulsif harus mengerti konsekuensinya. Dalam hal ini, usaha yang dilakukan oleh psikiater adalah membuat kambuhan itu berjarak semakin panjang dan hilang.

Ibu Anggun Meylani Pohan dalam paparannya menyampaikan mengenai  faktor psikologis dan ketahanan didalam rumah tangga. Beliau menjelaskan mengenai diagram aktualisasi diri, diantaranya : kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, rasa dicintai dan dimiliki, dihargai/diakui, serta puncaknya adalah kebebasan untuk aktualisasi diri. Apabila ada proses aktualisasi diri yang tidak terpenuhi, maka akan terjadi broken heart, broken home dan broken dream, hal ini memungkinkan proses awal terjadinya adiksi. Kondisi broken heart, broken home dan broken dream, yang dialami, dengan penggunaan narkoba dapat menjadi altered feeling, yaitu perasaan yang berbeda dalam satu periode, pada kasus ini dari sedih, tertekan menjadi senang dan bahagia. Meski demikian, sebetulnya pengguna narkoba menyadari bahwa dirinya tidak bahagia karena harus terus mengkonsumsi narkoba.

Beberapa hal yang memungkinkan remaja mengalami adiksi adalah perasaan tidak mampu, tidak pantas, harus sempurna dalam hal apapun, harus menjadi orang yang menyenangkan dalam pergaulan dan keluarga, merasa tidak diterima dan dicintai. Kasus ini rawan dialami oleh anak-anak third culture kid, khususnya anak-anak dari keluarga Kementerian Luar Negeri yang seringkali harus ikut berpindah-pindah mengikuti dinas orangtuanya, karena dalam setiap proses perpindahan itu mereka juga dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan, bahasa, serta lingkup pertemanan baru dalam lingkungan sekolah maupun diluar. Hal tersebut dapat menjadikan mereka tidak nyaman dan lebih mudah marah. Ini dapat di perbaiki dengan pola asuh yang baik yaitu otoritatif sehingga kita masuk kedalam karakteristik keluarga yang sehat, yaitu penuh cinta dan penerimaan, adanya keterbukaan komunikasi, kekompakan satu dengan yang lain, memiliki nilai-nilai standar hidup yang kuat serta kemampuan coping dalam setiap masalah. Paradigma yang perlu dibangun oleh orangtua terhadap anak adalah kesadaran dan tanggungjawab akan melahirkan kekuatan diri, sehingga dalam prosesnya, anak mengalami proses dari ketidakberdayaan atas orang lain menjadi menemukan kekuatan atas diri.

Sebagai Ibu kita harus dapat melakukan beberapa hal sebagai tindakan preventif mencegah adiksi:

  1. Be Knowledgeable, mengetahui bahaya penggunaan narkoba, apa yang anak-anak kita lakukan, serta mengedukasi anak kita tentang bahaya narkoba.
  2. Connunicate, jalin komunikasi dengan pasangan mengenai kedekatan hubungan sebagai orangtua dengan anak, dan mau mendengarkan anak selain ingin didengarkan oleh anak, serta berusaha untuk tidak mudah panik saat mendengarkan cerita anak atau kabar tentang anak.
  3. Have a Safe Home, lindungi rumah kita dari obat-obatan, simpan obat medis pada tempat yang aman, cek ruangan anak jangan sampai ada barang yang dicurigai.

Peserta sangat antusias dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan  melalui ruang chat, ataupun secara langsung disampaikan kepada narasumber.  Beberapa pertanyaan dari peserta webinar yang bersifat personal, juga disampaikan langsung kepada narasumber melalui direct message.  Sebagai penutup acara, Ibu Sartika Oegroseno menyerahkan piagam penghargaan secara simbolik sebagai apresiasi yang telah diberikan oleh kedua Narasumber yang telah memberikan wawasan dan pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk kita semua sebagai Ibu dan pendidik penerus perjuangan R.A Kartini.

                                                                                          *DWP KBRI Berlin