Menteri Keuangan RI, di Munich Security Conference, Tegaskan Transisi Energi Harus Adil dan Terjangkau
München, 17 Februari 2023 – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, dalam panel tentang “Geopolitik Dalam Transisi Energi” di Munich Security Conference (MSC), menegaskan bahwa proses transisi energi dari fosil ke energi terbarukan harus adil dan terjangkau.
MSC yang biasanya hanya membicarakan geopolitik, pertahanan dan politik luar negeri, dalam beberapa tahun terakhir ini melihat perlunya diskusi global tentang keamanan dan perubahan iklim. Dipahami diberbagai kawasan dunia bahwa kebijakan energi dan perubahan iklim adalah juga kebijakan keamanan. Bagi negara-negara tertentu, kebijakan perubahan iklim bahkan terkait hidup mati nya suatu negara dan bangsa, seperti situasi di Pasifik di mana terdapat ancaman nyata kenaikan permukaan air laut dengan hilang nya wilayah negara.
MSC merupakan Konferensi tahunan yang diselenggarakan di Kota München, Jerman, sejak tahun 1963 menjadi platform penting di Eropa dalam membahas perkembangan keamanan internasinoal serta penyusunan arah kebijakan bersama melalui pertukaran pandangan dalam diskusi antara pemerintah, politisi, think tank dan akademisi.
MSC 2023 dihadiri oleh global political heavy weights seperti Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri UK Rishi Sunak, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, Menlu AS Antony Blinken, Menlu RRT Wang Yi, Presiden European Council Charles Michel, serta Menlu dan Menhan berbagai negara Eropa. Konferensi dibuka Kanselir Jerman, Olaf Scholz. MSC akan berlangsung hingga 19 Februari 2023.
MSC mengundang Meneri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, untuk hadir guna menjelaskan kesuksesan Indonesia dalam Presidensi G20 tahun 2022 lalu ditengah krisis global akibat perang dan pandemi yang berdampak pada krisis pangan, energi, dan rantai pasok.
Menkeu menjadi salah satu panelis dalam sesi pertama bertajuk “Geopolitik dalam Transisi Energi” bersama dengan tiga panelis lainnya yaitu Robert Habeck, Wakil Kanselir Jerman yang juga Menteri Ekonomi dan Aksi Perlindungan Iklim, Frans Timmermans, Executive Vice-President European Green Deal dan Commissioner for Climate Action European Commission, dan Mariam Bin Mohammed Saeed Almheiri, Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Uni Emirat Arab.
Dalam sesi tersebut, para panelis mengungkapkan tantangan yang dihadapi negaranya dalam transisi energi. Menkeu menggaris bawahi dua tantangan utama dalam transisi energi yakni teknologi dan keuangan. Oleh karena itu, transisi energi harus just atau adil dan affordable atau dapat dijangkau. “Kita perlu membuat alur jalan yang jelas, mengkalkulasinya secara spesifik dan membawanya pada level global, siapa yang dapat mendukung pembiayaannya,” jelasnya.
Menkeu menegaskan perlu ada implementasi konkrit dari developed countries/ global north terkait fasilitasi pembiayaan untuk mitigasi perubahan iklim, termasuk transisi energi terbarukan.
Robert Habeck merespon dengan mengatakan bahwa, “Solidaritas global diperlukan dalam transisi energi, negara maju layaknya Jerman dan negara-negara G7 lainnya memegang peran yang signifikan dalam mendukung negara berkembang dan jegara yang terdampak langsung perubahan iklim.”
Lebih lanjut para panelis sepakat bahwa (COP- Conference of the Party) atau Konferensi para pihak rutin tahunan yang diselengarakan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dapat dijadikan platform diskusi para pembuat kebijakan global, pelaku bisnis, serta komunitas sipil dalam menyajikan solusi kongkrit peta jalan transisi energi dan mencegah imperialisme iklim global.
Dalam sesi kedua, Menkeu RI menjadi panelis dalam sesi “Geopolitik Penyesuaian Perbatasan Karbon” bersama Senator Sheldon Whitehouse (Party Demokrat), Ketua Komite Badan Anggaran Amerika Serikat dan Senator Lindsey Graham (Party Republik), Anggota Komite Kehakiman Amerika Serikat.
Dalam sesi tersebut, turut dibahas bahwa industri berperan penting dalam penyesuaian batas karbon negara. Industri otomotif serta ketergantungan akan energi fosil dan batu bara menjadi tantangan utama dalam penurunan tingkat karbon global. Dalam hal ini, industri baterai dan mobil elektrik diyakini membawa perubahan yang signifikan.
Menkeu mengatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia sedang berada dalam proses transisi yang signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan komitmen melakukan penutupan pembangkit batu bara serta pengembangan industri baterai dalam negeri. Komitmen tersebut didukung dengan Just Energy Transition Partnership dimana Negara mitra mendukung transisi energi Indonesia dengan anggaran sebesar 20 milyar USD.
Kepercayaan yang diberikan oleh Munich Security Conference kepada Menkeu RI untuk menjadi salah satu pembicara utama merupakan salah satu pengakuan Jerman dan dunia internasional terhadap peran penting Indonesia dalam isu global. Selain itu kehadiran Menkeu turut menegaskan bahwa isu keamanan internasional tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan isu keamanan non-tradisional lainnya, seperti isu lingkungan hidup, energi terbarukan, dan rantai pasok.
Pada kesempatan Munich Security Conference ini juga dimanfaatkan untuk pertemuan bilateral, diantaranya adalah pertemuan Bilateral antara Menkeu RI dengan Executive Secretary UNFCCC Mr. Simon Stiell dengan agenda pembicaraan penguatan mekanisme pembiayaan mitigasi perubahan iklim.
Dari berbagai rangkaian diskusi sejak pembukaan hingga penutupan, terlihat jelas bahwa masyarakat internasional tidak lagi memilah-milah antara geopolitik, pertahanan, keuangan, energi dan perubahan iklim. Semua nya terkait dan perang Ukraina semakin memperkuat kaitan nyata antara hal-hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan perumusan kebijakan komprehensif di berbagai kawasan guna menghadapi siutasi dunia yang dinilai masih tidak menentu.