PENDUDUK KOTA MAXEN DI JERMAN PERINGATI KELAHIRAN RADEN SALEH KE-210

May 25, 2021

Di Sabtu siang tanggal 22 Mei 2021, ratusan penduduk Kota Maxen dan sekitarnya berduyun-duyun datang ke Rumah Biru (Blaues Häusel) di Kota Maxen yang didirikan oleh bangsawan Jerman Friedrich Anton Serre pada tahun 1848. Ada apa gerangan? Ternyata mereka datang untuk memperingati hari lahir seorang Jawa yang pernah tinggal dan berkarya di kota kecil itu pada periode 1839-1849.

Dialah Raden Saleh, pelukis muda berbakat yang lahir di Semarang tahun 1811 dan mendapatkan beasiswa dari pemerintah kolonial untuk mengasah keterampilan lukisnya di Belanda pada tahun 1829. Di Belanda ia belajar melukis kepada maestro pelukis romantisme Eropa seperti Cornelis Kruseman dan Andries Schelfhout. Namun perlakuan masyarakat Belanda pada umumnya yang memandang Raden Saleh sebagai warga kelas dua karena merupakan penduduk wilayah jajahan membuatnya memutuskan untuk hijrah ke Jerman pada 1839.

Dari Den Haag ia berkelana ke arah timur dan mengunjungi kota-kota di Jerman seperti Düsseldorf, Frankfurt dan Berlin untuk melanjutkan studi melukisnya dengan pelukis-pelukis lokal Jerman hingga akhirnya tiba di kota Dresden dan Maxen dimana ia tinggal selama 10 tahun karena merasa diterima sepenuh hati oleh orang-orang lokal yang menghargai karya lukisnya dan menghargai dirinya sebagai manusia. Orang-orang Jerman saat itu memanggilnya “Pangeran dari Jawa”.

“Hari ini adalah Hari Indonesia. Di depan Rumah Biru ini kita memperingati kelahiran seorang pelukis Jawa 210 tahun lalu, namanya Raden Saleh dan ia pernah menjadi bagian penting dari kota Maxen. Ia datang ke kota ini pada 1839 dan berkawan baik dengan Tuan Friedrich Serre yang membangun pavilion ini di tahun 1848 sebagai tanda hormat untuk Raden Saleh”, jelas Ibu Jutta Tronicke kepada para pengunjung sambil menunjuk ke bangunan ukuran 4 x 4 meter yang berbentuk seperti masjid lengkap dengan kubahnya yang berwarna biru. Ibu Jutta Tronicke adalah satu dari sejumlah warga Maxen yang aktif mempromosikan tokoh Raden Saleh di Jerman bersama dengan KBRI Berlin.

Pengunjung acara ini, pasangan Michael dan Giselle Simon, menyatakan bahwa tokoh Raden Saleh adalah ikon persahabatan antara masyarakat Indonesia dan Jerman. “Dia adalah jembatan kultur antara Indonesia dan Jerman sehingga kedua bangsa bisa saling mengenal, mengisi dan memperkaya. Bayangkan seorang Jawa bisa hadir di Maxen ratusan tahun lalu dan menjadi bagian dari masyarakat Maxen dan dihormati karena karya lukisnya yang luar biasa. Dia memperkenalkan Jawa kepada orang-orang Jerman melalui karya seni”, tutur mereka.

Permainan musik angklung Sunda dan tarian tradisional Dayak yang dipertunjukkan oleh anggota Forum Masyarakat Indonesia di Dresden (FORMID) serta suguhan makanan ringan khas nusantara melengkapi nuansa Indonesia di kota Maxen saat itu.

Atas prakarsa Duta Besar RI, Arif Havas Oegroseno, KBRI Berlin juga memberikan donasi empat pohon apel yang ditanam di sepanjang jalan setapak menuju ke Rumah Biru untuk memperingati kelahiran Raden Saleh 210 tahun lalu dan sebagai simbol penghormatan atas jasanya sebagai “Duta Budaya” Indonesia untuk Jerman di abad ke-19. Ibu Marid Helbig, pemilik dan pengelola Rumah Biru, menyampaikan penghargaannya atas kerja sama dan dukungan Pemerintah Indonesia melalui KBRI Berlin terhadap keberadaan Rumah Biru Raden Saleh di Maxen yang berstatus cagar budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Jerman.

Di bagian atas pintu pavilion Rumah Biru ini terukir dua inskripsi aksara Jawa dan Jerman yang artinya “Muliakan Tuhan dan Cintailah Manusia”. Inskripsi ini dibuat oleh Raden Saleh karena dia sendiri yang diminta oleh Friedrich Serre untuk menjadi arsitek bangunan ini.

Raden Saleh meninggal di Bogor pada 23 April 1880. Karya-karya lukisnya bernilai tinggi dan salah satu lukisannya yang terjual di rumah lelang di Perancis harganya mencapai hampir 10 juta dolar Amerika. Lukisan-lukisan Raden Saleh kini bisa dinikmati di 43 museum di seluruh dunia, belum lagi sejumlah lukisannya yang dimiliki oleh kolektor pribadi. Raden Saleh tidak hanya mewariskan ratusan karya lukisnya yang indah untuk dunia, tapi jejak langkahnya di Jerman juga menjadi warisan berharga yang mempersatukan masyarakat Indonesia dan Jerman.

(Sumber: KBRI Berlin)