Imam Hermansyah, Dari Aupair menjadi Pelajar di Jerman

Imam Hermansyah pria kelahiran Kota Tasikmalaya 1992 adalah seorang pria berprestasi peraih beasiswa Kursus Remaja program PASCH tahun 2010. Setelah selesai mengenyam pendidikan di bangku SMA pada tahun 2011, ia mengikuti program Aupair dan sekarang tengah mengenyam pendidikan S1 Jurusan Ilmu Komunikasi di Frei Universität Berlin.

Berawal dari ketertarikan untuk mengambil tantangan ke Jerman meski dengan finansial terbatas. Aupair menjadi salah satu pilihan saya, karena tidak bisa melanjutkan kuliah di Indonesia. Melalui Aupair saya ingin mempelajari budaya Jerman pada umumnya dan kehidupan sosialnya lebih dekat. Terutama ketertarikan saya dalam mempelajari bahasa Jerman. Dengan kesempatan ikut program Aupair otomatis praktik bahasa Jerman saya akan terasah, karena intensitas komunikasi dengan orang Jerman lebih besar.’’ Imbuh Imam.

Ketika niat telah ada maka kesempatanpun terbuka, berbekal pengalaman mengasuh 6 keponakan dan menjadi guru di Taman Pendidikan Anak. Sertamelalui informasi yang ia dapatkan dari guru Bahasa jermannya saat masih di bangku SMA. Bahwa ada kesempatan untuk ikut program Aupair ke Jerman. Hingga imam bertemu dengan kakak seniornya dari SMA yang telah melakukan program Aupair di kota München menawarkan Imam untuk menggantikannya. ‘’Alhamdulillah mendapat kontak dan jawaban positif dari Keluarga Tamu untuk mengundang saya menjadi Aupair.’’ Ungkapnya dengan penuh syukur.

Imam juga secara terbuka mengungkapkan jumlah biaya yang ia keluarkan saat persiapan menjadi seorang Aupair hingga sampai ke Jerman. Biaya yang di keluarkan hanya sebatas untuk pengurusan dokumen Visa dan tiket pesawat yaitu berkisar antara 7-8 Juta. Sedangkan untuk Bahasa Jerman, Imam telah mendapatkannya di sekolah sebagai mata pelajaran.

Dari pengalamannya selama Aupair imam bercerita bahwa, Keluarga Aupairnya sangat profesional. Hak dan kewajiban dilaksanakan sesuai kontrak. Mereka punya 4 anak, 3 anak sudah bisa mandiri dan anak terakhir usia 3-4 tahuan yang harus ia jaga. Kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pekerja full time, menyebabkan mereka hanya punya waktu luang terbatas untuk mengurus anak terakhirnya. Mereka kooperatif, dan bersedia membantu Imam belajar memahami budaya mereka.

Suasana asing saat baru bekerja sebagai Aupair jelas di rasakan, karena semua hal baik budaya, makanan, pola hidup sehari hari, cara komunikasi sangat berbeda, Jelasnya. Termasuk bagaimana ia mengurus pendidikan anak Jerman. Tinggal langsung dengan orang Jerman pasti ada kendala diawal. Namun hal tersebut bisa teratasi jika kita mau terbuka dan bisa berkomunikasi dengan baik, dan percaya diri. Intinya kita mau bertanya jika ada yang tidak dimengerti. Banyak berinteraksi dengan anak anak juga sangat membantu. Tambah pria 26 tahun tersebut.

Imam Juga secara sukarela menceritakan proses perubahan statusnya dari Aupair ke status pelajar di Universitas. Ia mengatakan‚‘‘Prosesnya agak panjang dan cukup memakan waktu. Saya harus berjuang 3 tahun dari mulai Aupair sampai merubah status menjadi Mahasiswa. Karena bagaimanapun, urusan birokrasi di Jerman tidak mudah, apalagi urusan bukti Finansial yang tidak sedikit. Jika mau mengganti ke visa Student. Karena saya mandiri tidak pakai tabungan orang tua, maka tabungan uang saku selama Aupair saya jadikan biaya hidup dan kebetulan saya mendapat kenalan salah satu keluarga yang berkenan menjadi sponsor atau penjamin saya sebagai bukti pengganti untuk syarat Finansial dalam pengurusan Visa. Selama Aupair tinggal di München, dan harus pindah ke Berlin karena dapat Studienkollegnya di Berlin. Setelah lulus Studienkolleg, saya memutuskan kuliah di Freie Universität Berlin. Kampus yang saya pilih, karena ada jurusan yang saya inginkan. Ditambah nilai plus Berlin sebagai ibu kota, yang mana memberikan banyak peluang dan kesempatan untuk mahasiswa asing lebih berkembang.’’